![]() |
Image taken from pexels.com |
Sejak dari kapan tahun, saya merasa hidup saya cukup riuh. Kalau kata teman-teman saya, "Kamu sibuk terus sih." Ya bisa jadi 30 persen dugaan teman-teman saya itu benar: kesibukan membuat hidup saya jadi riuh. Tapi, saya pernah pada satu titik menyadari, hidup saya akhir-akhir ini bukan riuh ... tapi ricuh :)) Tergesa-gesa, tumpukan task dan beberapa hal yang harus dipikirkan dan diputuskan, membuat saya jadi orang yang grusa-grusu.
Contoh sederhananya adalah saya setiap hari sarapan dan makan siang sambil menghadap ke layar komputer. Ya nggak ada yang menuntut buat melakukan itu, tetapi saya lebih sering menjadikan kegiatan multitasking makan sambil kerja itu pilihan yang musti saya pilih. Bukannya saya membolehkan pekerjaan (dan 'pekerjaan') saya mengontol hidup sampai segitunya, tapi ya memang saat ini kondisi itu yang 'terbaik' yang bisa saya kerjakan untuk berlomba dengan waktu.
Dalam suatu sesi makan malam dan ngobrol ngalor ngidul dengan teman saya, Mas Astu, tiba-tiba tercetus soal, "Menyederhanakan hidup." Setelah puluhan sendok makanan yang habis ditandaskan dan perjalanan pulang ke rumah malam hari naik motor yang sungguh cocok settingannya seperti scene soliloquy film-film Hollywood, saya merasa apa yang bikin saya merasa gelisah sejak beberapa waktu ke belakang kemarin adalah karena saya belum bisa menyederhanakan hidup, walaupun sudah pernah mengatakan niatnya di postingan ini.
Baca Juga: Kita Semua Butuh Istirahat
Akhirnya saya menemukan sebuah tulisan apik dari Zenhabits ini. Pada dasarnya, menyederhanakan hidup itu valuenya akan berbeda-beda pada tiap orang. Ada yang memaknai "kesederhanaan hidup" itu dari sisi material dan ada juga yang memaknainya sebagai suatu tindakan mengeliminasi hal-hal yang terlihat bagaikan "tipuan" kesibukan dan waktu yang seolah tidak berujung. Kasarnya, mengeliminasi hal-hal yang tidak penting dalam hidup.
Hal-hal yang harus disederhanakan dalam hidup ternyata ada banyak sekali contohnya, mulai dari kebiasaan membeli-beli barang yang tidak perlu, membatasi pemakaian internet yang tidak begitu penting (alias stalking-stalking tak perlu, duh ini aku banget!) sampai menyederhanakan hidup sejak dalam pikiran.
Frugality is one of the most beautiful and joyful words in the English language, and yet one that we are culturally cut off from understanding and enjoying. The consumption society has made us feel that happiness lies in having things, and has failed to teach us the happiness of not having things.Elise Boulding
Menyederhanakan hidup bukan berarti menyepelekannya. Menyederhanakan hidup itu lebih ke arah memberikan sedikit ruang dalam kehidupan kita sehari-hari untuk menarik dan menghembuskan nafas, setidaknya lebih lega meski dalam sekali tarikan. Menyederhanakan hidup itu justru dengan rencana, bukan tanpa rencana. Menyederhanakan hidup itu menikmati apa yang kita punyai hari ini tanpa berlebihan dan membuangnya percuma.
Baca Juga: (Jangan) Merisaukan Hal-hal Kecil
Mungkin sulit pada awalnya. Saya pun masih belajar. Tapi ada satu cara yang menurut Zenhabits bisa dilakukan dengan mudah untuk menyadarinya:
Always ask: Will this simplify my life? If the answer is no, reconsider.